CALON KEPALA DAERAH JALUR INDEPENDEN JIKA TERBUKTI MEMALSUKAN DATA DUKUNGAN PADA PILKADA 2024 TERANCAM SANKSI PIDANA

 BENGKULU UTARA, HUKUM, POLITIK, PROVINSI BENGKULU

Voice -Bengkulu.com – opini publik 

 

Oleh :

NEDIYANTO RAMADHAN, S.H., M.H.

Pengacara/Advokat Senior PERADIN.

Penasehat DPW Perkumpulan Advokat Indonesia Provinsi Bengkulu (PERADIN).

Ketua Pos Bantuan Hukum Advokat Indonesia Provinsi Bengkulu (POSBAKUMADIN).

Managing Partners KANTOR PENGACARA NEDI AKIL, IQBAL YUSUF & PARTNERS.

 

Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) telah memutuskan akan menggelar pemilihan kepada daerah (pilkada) serentak pada 27 November 2024, Pilkada serentak tahun 2024 akan diikuti sebanyak 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota, yang akan bertarung memperebutkan kursi kepala daerah tidak hanya melalui partai, tetapi bisa juga dari non partai (jalur independen), mereka yang menempuh jalur non partai banyak persyaratan yang harus dipenuhi, salah satunya yaitu mengumpulkan fotokopi KTP, tentunya ini pekerjaan berat jika syarat dukungan tidak terpenuhi atau kurang, walaupun tidak mungkin dan sangat kecil calon kepala daerah jalur independen melakukan kecurangan karena latar belakang pendidikan yang baik, rata-rata Cakada independen ikut maju itu berniat baik murni ingin melakukan pengabdian, namun tidak menutup kemungkinan karena membutuhkan fotokopi KTP dan pernyataan dukungan dalam jumlah yang relatif banyak memaksa calon independen menempuh cara kotor salah satunya dengan memalsukan data dukungan.

Pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2024 harapan kita dapat berjalan sesuai dengan asas pemilu bebas dan jurdil, kita menaruh harapan besar pelaksanaan pesta demokrasi jauh dari hal-hal kecurangan baik itu dilakukan oleh mereka yang berhak dipilih maupun masyarakat sebagai pemilih. Harapan tersebut tidaklah berlebihan karena pemimpin yang bersih dihasilkan dari proses Pilkada yang bersih pula, jika dalam Pilkada saja calon pemimpin berani tidak jujur dan tidak bersih tentunya setelah terpilih nantinya dalam memimpin daerah tidak akan bersih, bisa saja kembali terjebak dalam pusaran korupsi, kolusi dan nepotisme, suatu hal yang wajar seseorang terjebak dalam tindakan koruptip jika untuk mendapatkan kursi kepemimpinan tersebut dilakukan dengan berbagai macam cara atau modus yang tidak benar, mencari dukungan suara sebanyak mungkin asal bisa duduk menjadi pemimpin.

Pemalsuan dukungan KTP merupakan tindakan yang sangat serius dan diancam pidana, membawa konsekuensi yang berat bagi calon kepala daerah independen, mengenai pelanggaran ini diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor: 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang.

Sanksi pidana apa yang menunggu calon kepala daerah jalur independen atau siapa saja jika terbukti memalsukan data dukungan pada Pilkada tahun 2024, diatur dan diancam pidana dalam Pasal 185 menyebutkan :

“Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau menggunakan identitas diri palsu untuk mendukung bakal Calon perseorangan Gubernur, bakal Calon perseorangan Bupati, dan bakal Calon perseorangan Walikota, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).

Selanjutnya dalam Pasal 185A menyebutkan :

“Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan daftar dukungan terhadap calon perseorangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).”

Berdasarkan ketentuan diatas tidak hanya calon kepala daerah yang akan dijatuhi sanksi pidana juga termasuk mereka yang memberikan keterangan yang tidka benar dalam memberikan dukungan untuk mendukung calon perseorangan.

Penulis membaca salah satu berita Media Online menyajikan berita menarik yang berjudul Cabub/Cawabup Jalur Independen Dinyatakan TMS Bahkan Bisa Dituntut Empat Tahun Penjara Karena Ini tanggal 21 Juni 2024, berita ini terkait dengan proses pelaksanaan Pilkada di Bengkulu Utara. Mengulas sedikit isi pemberitaan tersebut, memang benar jika seseorang diduga telah melakukan tindak pidana pemalsuan surat atau dokumen dapat dikenakan ketentuan Pasal 263 KUHP, akan tetapi lebih tepat jika dalam kasus Pemilu atau Pilkada kita menggunakan UU PEMILU atau UU PILKADA dalam Hukum Pidana Indonesia berlaku ketentuan asas Lex Specialis Derogat Lex Generalis artinya hukum yang bersifat khusus mengenyampingkan hukum yang bersifat umum, dengan kata lain UU PILKADA mengenyampingkan KUHP karena UU PILKADA mengatur secara khusus mengenai pidana pemilu.

Jika ada calon kepala daerah jalur independen ditetapkan TMS dan berniat ingin mengajukan gugatan terhadap KPU untuk mengkaji ulang dan berpikir lebih dalam lagi mengenai pemenuhan salah satu persyaratan fotokopi KTP dan pernyataan dukungan masyarakat sebelum mengajukan upaya hukum, apakah calon kepala daerah independen yakin tidak melakukan cara kotor dalam memperoleh dukungan tersebut maka lanjutkan perjuangannya untuk memperoleh keadilan memalui jalur hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Jika nantinya ditemukan ada ketidakbenaran data dukungan yang diperoleh dengan cara melakukan “Perbuatan Melawan Hukum (PMH)” bisa saja KPU atau orang pribadi yang merasa dirugikan nantinya menuntut secara pidana atas tindakan tersebut.

Mudah-mudahan tulisan ini dapat menjadi bahan pertimbangan hukum dan renungan dalam melakukan upaya mencari keadilan, menurut akal sehat bahwa calon kepala daerah jalur independen sangat tidak mungkin melakukan pemalsuan data dukungan, ini menjadi pekerjaan berat membuktikannya jika ada laporan karena bisa saja yang melakukan pemalsuan dukungan bukan Cakada bersangkutan tetapi dilakukan oleh tim sukses misalnya, namun UU PILKADA dapat menjerat setiap orang artinya siapa saja dapat dikenakan pidana jika melakukan perbuatan pidana dalam Pilkada Serentak Tahun 2024. Mari kita bersama mengawasi untuk mewujudkan pelaksanaan Pilkada Serentak yang BEBAS DAN JURDIL untuk menghasilkan pemimpin yang baik dan berwibawa.

Salam juang Keadilan Tetap Ditegakkan Sekalipun Langit Akan Runtuh.

 

 

Bengkulu, 22 Juni 2024

Penulis Opini,

 

 

NEDIYANTO RAMADHAN, S.H., M.H.

Pengacara Senior PERADIN

 

Author: 

No Responses