Voice-Bengkulu.Com – Penantian panjang pengaduan penggunaan dana desa lubuk balam belum tuntas yang diduga Telah dikorupsi oleh Mantan kepala desa hasil pergantian antar waktu (Paw) Syarkawi yang sekarang menjabat sebagai kepala desa tanjung karet hasil pemilihan kepala desa serentak Bengkulu Utara Belum lama ini.
Polres Bengkulu Utara telah melimpahkan ke pihak inspektorat Daerah untuk mengaudit yang hasil auditnya nanti adalah nominal kerugian negara yang harus dikembalikan.
Yang mana pelimpahan dari pihak polres Bengkulu Utara kepihak inspektorat Daerah pada tanggal 13 September 2023.
menelisik kembali dugaan Korupsi yang diduga telah dilakukan oleh oknum mantan kepala desa lubuk balam sebagai mana dilaporkan pada tahun 2022 bahwa untuk pembukaan badan jalan saja telah dianggarkan sebesar Rp 286.000.000,00 akan tetapi yang dibayar ke pihak ketiga hanya sebesar Rp 60.000.000,00 saja. Belum ditambah berbagai item penggunaan dana desa yang lain.
termasuk adanya perangkat desa yang double job yang diketahui oleh mantan kepala desa sehingga juga merugikan keuangan negara .
Nanti setelah hasil audit oleh pihak inspektorat Daerah Bengkulu Utara Misalnya ditemukan kerugian negara dan oknum mantan kades lubuk balam mengembalikan kerugian negara apakah akan lolos dari jeratan pidana…?
Menurut ahli hukum pidana Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Apabila seorang koruptor atas inisiatifnya sendiri mengembalikan uang yang telah dia korupsi sebelum putusan pengadilan, apakah kasus koruptor tersebut masih dilakukan proses hukumnya sampai putusan pengadilan ataukah dibebaskan karena telah mengembalikan uang yang telah dikorupsi tersebut?
Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana. Meskipun pelaku tindak pidana korupsi (koruptor) itu telah mengembalikan keuangan negara yang telah ia korupsi sebelum putusan pengadilan dijatuhkan, proses hukumnya tetap berjalan karena tindak pidananya telah terjadi.
Namun, pengembalian keuangan negara yang dikorupsi dapat menjadi salah satu faktor yang meringankan hukuman bagi terdakwa saat hakim menjatuhkan putusan.
Penjelasan lebih lanjut ayo kita simak dalam ulasan di bawah ini
Penyelesaian kerugian negara perlu segera dilakukan untuk mengembalikan kekayaan negara yang hilang atau berkurang serta meningkatkan disiplin dan tanggung jawab para pegawai negeri/pejabat negara pada umumnya, dan para pengelola keuangan pada khususnya.[1] Kerugian keuangan negara yang dibayarkan ini dikenal dengan istilah uang pengganti.
Sebagaimana disebutkan dalam artikel Siapa Menanggung Kerugian Negara Akibat Tindak Pidana Korupsi?,
Purwaning M. Yanuar dalam bukunya Pengembalian Aset Hasil Korupsi mengatakan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara dengan menggunakan instrumen pidana menurut UU Pemberantasan Tipikor dilakukan melalui proses penyitaan, perampasan, dan aturan pidana denda (hal. 150).
Memang, kerugian negara itu ditanggung sendiri oleh terpidana korupsi yang telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi melalui sanksi pidana yang dijatuhkan kepadanya. Sebagamana dijelaskan dalam artikel tersebut, hakimlah yang menentukan berapa jumlah uang pengganti yang harus terpidana korupsi bayar dan hukuman lainnya untuk mengembalikan kekayaan negara yang dirugikan akibat tindak pidana korupsi melalui putusannya. Artinya, pengembalian kekayaan negara atas tindak pidana korupsi itu dilakukan setelah ada proses pidana dan putusan pengadilan.
Lalu bagaimana jika seorang koruptor atas inisiatifnya sendiri mengembalikan uang yang telah dia korupsi sebelum putusan pengadilan? Apakah kasus koruptor tersebut masih terus dilakukan proses hukumnya sampai putusan pengadilan atau justru dibebaskan?
Sebelumnya menjawabnya, mari kita simak terlebih dahulu pasal-pasal yang menjerat pelaku kejahatan korupsi dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU Pemberantasan Tipikor”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (“UU 20/2001”) sebagai berikut:
Pasal 2 UU Pemberantasan Tipikor:
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Related Posts
Presiden Ke – 8 RI Resmi Lantik Bupati Dan Wakil Bupati Bengkulu Utara
Pelaku Larikan Motor Meninggal Dunia. Klaim Asuransi Di Duga Di Tilap Oknum leasing.
LSM FAKTA INDONESIA Sebut Kepala Desa Balam Tak faham Aturan Dan Terindikasi Korupsi Dana Desa.
Weiii….!!! Ada Lagi Kantor Desa Di Lebong Tutup Di Jam Kerja.
Sekdis Pariwisata Di Duga Tak Terima Gambar Dirinya Masuk Berita.
No Responses